Bikin sendiri ternyata mudah, tidak harus
menggunakan mesin pembuat es krim (Eismaschine)
Bahan Dasar
475 ml Sahne (cream/kepala susu)
125 ml Susu cair (atau
bisa juga santan kelapa)
4 butir telur
100 ml gula (lebih bagus lagi kalau feiner Zucker / gula halus)
1 sendok teh vanilli
Rasa
Terserah Anda (apokat, coklat/Blockschokolade, Erdbeer/strawberry, pisang,
etc.).
contoh : 1 buah apokat
Alat
blender
freezer / Gefrierfach, Gefriertrühe
panci kecil
wadah es krim
kompor
Cara Pembuatan
Adonan 1
Apokat diblender, kemudian ditaruh ke dalam panci.
Masukkan Sahne dan susu/santan. Seluruhnya dipanaskan pelan-pelan
sambil terus diaduk (Elektroherd : angka 2). Jika sudah panas (gelembung udara
mulai naik), panci diturunkan.
Adonan 2
Telur (kuning+putihnya), gula, dan vanili diblender (dikocok).
Lalu dituangkan ke dalam panci berisi adonan 1.
Semuanya kemudian dipanaskan lagi, sambil diaduk terus hingga mengental.
Setelah kental, dituangkan ke
dalam wadah es krim (rantang atau sejenisnya) ditaruh ke dalam kulkas (Kühlschrank)
selama 3-4 jam.
Setelah itu dipindahkan ke dalam freezer (Gefrierfach), setiap 1 jam diaduk,
supaya tidak terjadi pengkristalan es. Setelah 3-4 kali pengadukan ( = 3..4
jam) menurut pengalaman tidak perlu lagi diaduk. Jika es krim yang jadi terlalu
keras/liat, sebaiknya 10 menit dikeluarkan sebelum disantap.
Selamat Mencoba
Pemahaman sekuler yaitu memisahkan urusan agama
dengan dunia sebenarnya telah mengakar pada kesadaran kita akibat penjelasan
yang salah tentang jasmani dan rohani. Kita menganggap pada tubuh kita ada
badan halus dan badan kasar. Dan kita pun membedakan kebutuhan masing masing.
Kebutuhan dari jasmani adalah makan, minum, tidur .. sampai dulu itu ada
namanya : senam kesegaran jasmani. Sedangkan kebutuhan rohani itu sholat,
puasa, dzikir dan lain lain. Pertanyaanya : kalau ngomel itu untuk memenuhi
kebutuhan apa ? Demikian juga melamun, jalan jalan di pantai, belajar bahasa
inggris itu masuk urusan memenuhi kebutuhan jasmani atau rohani ?
Sebenarnya sih kalau mau jujur bahwa sebelum kita dikenalkan dengan istilah
ruhani, ruh dan lain lain . Pembahasan antara klasifikasi jasmani dan ruhani
itu tidak pernah kita pedulikan. Yang penting kalau lapar ya makan, kalau
ngantuk tidur dan kalau resah ya cari jalan menetralisir keresahan baik dengan
melamun, curhat, atau sholat. Baru kemudian di sekolah kita di definisikan
dengan kebutuhan jasmani dan rohani. Iya kalau definisinya itu benar, kalau salah
. .bisa fatal.
Pertanyaan lagi : Apakah pernah Rasulullah SAW memberikan statement bahwa
jasmani dan rohani itu terpisah ? Memang dalam Islam (dan dalam agama manapun)
meyakini bahwa ada “ruh” sebagai faktor penggerak kehidupan yang merupakan
unsur di luar jasmani. Namun apakah benar bahwa kebutuhan rohani itu sama
dengan kebutuhan ruh ?
Apakah kita bisa membedakan bahwa sholat, puasa dll itu adalah kebutuhan roh ?
(bukan rohani). Jawabannya sederhana saja. Kalau memang ruh itu adalah unsur
kehidupan yang ada pada setiap makhluq hidup - termasuk hewan-, maka harusnya
hewan itu juga merasakan kebutuhan berpuasa, berkhalwat, berdzikir, dll. Dan
kalau tidak tercapai kebutuhan itu, maka dia akan resah. Nah .. apakah ada
hewan yang ngamuk2 karena kebutuhan rohani nya (puasa, berkhalwat, dll) tidak
terpenuhi ?
Ternyata tidak. Oleh karena itulah maka kita tidak bisa mendefinisikan bahwa
sholat, puasa, berkhalwat, dll adalah kebutuhan roh. Kita cukup mendefinisikan
adanya kebutuhan rohani saja, tanpa harus mengatakan bahwa kebutuhan rohani itu
adalah tuntutan ruh manusia, karena memang ruh itu tidak bisa di identifikasi
bentuk, sifat dan kebutuhannya.
Kesalahan mendasar dari masyarakat muslim sekarang adalah terjebak pada
filsafat ruh, yang dikembangkan terutama oleh Filsafat Yunani yang sebenarnya
juga transferan dari filsafat India.
Pythagoras -filsuf yunani- mengatakan bahwa keberadaan ruh atau jiwa dan
menganggap ruh terperangkap dalam tubuh jasmani sebagai hukuman karena suatu
dosa. Ruh tersebut terkutuk harus menjalani berbagai bentuk inkarnasi, baik
sebagai manusia atau pun hewan.
Bahkan Rasulullah SAW yang paling dekat dengan Allah SWT — pencipata dan
pemilik ruh2 — tidak tahu atau bahkan tidak diberitahu mengenai masalah ruh
kecuali hanya sedikit saja
وَيَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلرُّوحِۖ قُلِ ٱلرُّوحُ مِنۡ أَمۡرِ
رَبِّى وَمَآ أُوتِيتُم مِّنَ ٱلۡعِلۡمِ إِلَّا قَلِيلاً۬Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh.
Katakanlah, “Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit”. (Al Israa’: 85)
Kerancuan ini semakin merajalela di negeri kita Indonesia yang memang sangat kental
mewarisi kebudayaan dus tsaqofah hindu yang penuh dengan keyakinan bahwa badan
dan ruh adalah dua benda yang berbeda kebutuhannya. Sehingga pemahaman ruh dari
agama hindu masaih melekat sekali, seperti adanya roh penasaran, dll.
Jasad, Jiwa (nafs) dan Ruh
Dalam Al Ihya Ulumuddin Bab Ajaibul Qulub, Imam Al Ghazaly mengatakan, “bahkan
ulama -ulama yang masyhur sekarang ini (zaman Imam Al Ghazaly : red) banyak
yang tidak mengerti hal ini”. Itu pada zaman Imam Al Ghazaly. Berapa ratus
tahun yang lalu. Apatah lagi sekarang? Kebanyakan orang rancu pengertiannya
antara Jiwa dengan Ruh. Padahal jelas-jelas dalam Al Qur’an, Allah membedakan
penggunaan kata Ar-Ruh (Ruh) dengan An-Nafs (Jiwa).
Secara umum beliau menjelaskan bahwa Ruh dalam AlQuran maknanya adalah “Nyawa”
(sirruh hayah) dan juga Jibril. Sedangkan perasaan2 ketidak tenangan,
kegundahan, keresahan dll itu menurut AlQuran adalah pengaruh dari NAFS (jiwa)
bukan dari ruh. Nafsu sendiri tingkatannya ada 3 yaitu nafsu muthmainnah, nafsu
amarah dan nafsu lawwamah
Nafsu muthmainnah adalah nafsu/jiwa yang tenang karena yakin mendapatkan ridho
Allah, yaitu nafsu yang berada pada kondisi mengikuti Islam baik secara
ma’rifat (aqidah), amalan dzohir (sholat, dagang, dll) dan amalan bathin
(tawadhu, ikhlas, dll). Manusia harus selalu pada kondisi perbuatan fisik yang
baik dan perbuatan batin yang baik agar bisa mendapatkan ketenangan. Dan tidak
lain makna baik adalah semua yang baik menurut Allah , yaitu sesuatu yang
wajib, mandub dan mubah dilakukan, bukan yang makruh atau yang haram. Barang
yang dipergunakan pun harus barang yang halal, bukan barang yang haram. Buruk
adalah semua yang buruk menurut Allah.
Kesimpulan
Kebutuhan rohani yang kita sebut sebut itu sebenarnya bukan kebutuhan roh, tapi
adalah kebutuhan untuk mendapatkan jiwa yang tenang (nafs muthmainnah).
Karenanya, tidak benar bila memenuhi kebutuhan rohani itu cuman dengan sholat,
puasa tok .. tapi setiap amal perbuatan yang tidak menentramkan hati (maksian)
juga harus dihindari. Dan semua perbuatan yang menentramkan hati (menjalankan
amal ikhlas dan benar menurut syariat) harus dilaksanakan agar kita mendapatkan
kesehatan rohani.
Jangan sesorang itu korupsi, melacur, mabuk, durhaka pada orang tua, aborsi
dilakukan, lalu agar hatinya tenang langsung ditutupi kondisinya itu dengan
melakukan sholat, puasa dan sedekah. Itu namanya mempermainkan tobat. Memang
sholat puasa dan sedekah itu menentramkan hati, namun kalau selesaninya dan
mengingat lagi ancaman serta siksa yang menanti di akhirat akibat maksiat itu,
maka pasti - dan harusnya, kalau memang beriman - kembali tidak akan tenang
karena teringat dosa dosa maksiat itu.