Sabtu, 03 November 2012

makalah jurnalistik

MAKALAH JURNALISTIK


JURNALISME TELEVISI
I.     Pendahuluan
Kegiatan jurnalistik sebenarnya sudah lama dikenal manusia di dunia ini, karena selalu hadir di tengah-tengah kita, seiring dengan kegiatan pergaulan hidup manusia yang dinamis, terutama sekali di era informasi dan komunikasi dewasa ini.
Pada zaman dahulu, kegiatan jurnalistik tentu saja masih sangat sederhana dan medianya belum berupa koran, tabloid, majalah, radio, televisi, apalagi internet. Seiring perubahan dan perkembangan zaman, kegiatan jurnalistik pun mengalami proses yang sangat dinamis. Dengan munculnya media internet, kegiatan dan cabang jurnalistik pun turut berubah.
Media massa cetak yang mapan pun harus menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan tersubut, yang ditandai dengan munculnya versi online mereka. Misalnya harian Kompas (Jakarta), harian Media Indonesia (Jakarta), harian Jawa Pos (Surabaya), harian Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta), harian Pikiran Rakyat (Bandung), harian Suara Merdeka (Semarang), tabloid olahraga Bola (Jakarta), dan harian Fajar (Makassar). Mereka kini juga muncul dengan versi online yang berita-beritanya dapat diakses secara gratis lewat internet.
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai jurnalistik televisi. Yang dapat diartikan komunikasi massa media televisi ialah proses komunikasi antar komunikator dengan komunikan atau massa melalui sebuah sarana yaitu televisi. Komunikasi massa media televisi
Bersifat periodik. Dalam komunikasi massa media tersebut, lembaga penyelenggaraan komunikasi bukan secara perorangan, melainkan melibatkan benyak orang dengan organisasi yang komplek serta pembiayaan yang besar. Karena media televise bersifat transitory (hanya meneruskan) maka peasn-pesan yang disampaikan melalui komunikasi massa media tersebut, hanya dapat didengar dan dilihat secara sekilas. Pesan-pesan di televise bukan hanya didengar, tetapi juga dapat dilihat dlam gambar yang bergerak (audio visual)
II.  Rumusan Masalah
A.    Karakteristik televisi
B.     Berita dalam telvisi
C.     Komunikasi verbal dan non verbal dalam penyiaran
D.    Etika di udara
III.        Pembahasan
A.    Karakteristik televisi
Mark W. Hall dalam bukunya “Broadcast Jurnalism” (1971) mengatakan perbedaan pokok antara jurnalistik cetak dengan jurnalistik siaran ialah yang pertama ditujukan bagi mata, sedang yang kedua dibuat untuk telinga. Karena itu dia membedakan antara apa yang dinamakan naskah yang dilihat atau “see copy” dengan naskah yang didengar “hear copy”. Ia mengemukakan beberapa pedoman untuk menulis berita radio dan televisi seperti:
1)      Harus dalam gaya percakapan atau “conversational style”
2)      Harus dengan kalimat-kalimat pendek dan lugas atau “to the point”
3)      Harus menghindarkan susunan kalimat terbalik
4)      Harus mengusahakan supaya subyek dan predikat berdekatan letaknya.
Menurut Soewardi Idris dalam buku jurnalistik televisi (1978) dia mengatakan bahasa yang digunakan dalam berita televisi ialah sebagai berikut:
1)      Sederhana, tidak bercampur aduk dengan kata-kata asing atau kata-kata yang kursng dikenal oleh rata-rata penonton
2)      kalimat-kalimat hendaklah pendek, langsung kepada sasaran, tidak berbelit-belit
3)      Hindarkan kalimat-kalimat terbalik atau “inverted sentence” contoh:
Surat kabar                : Tidak akan lagi bahaya banjir untuk lima tahun mendatang di
daerah DKI Jaya, demikian diterangkan oleh Kepala Proyek Banjir DKI Drs. ABC
                          Televisi                     : Kepala Proyek Banjir Daerah khusus Ibu Kota, Doktorandus A-B-C mengatakan, bahwa tidak aka nada lagi bahaya banjir di  
daerah Jakarta setelah lima tahun mendatang.
4)      Dimana mungkin, usahakanlah supaya pokok kalimat (subyek) dan sebutan kalimat (predikat) berdekatan letaknya. Pemisahan yang terlalu jauh antara pokok dan sebutan kalimat dapat mengacaukan perhatian penonton.
5)      Mata uang asing, takaran, timbangan dan takaran negeri lain mungkin berbeda dengan apa yang lazim dipakai di negeri ini. Mile, Poundsterling, Dolar, Yen, dsb tidak lazim dalam masyarakat kita. Sebaiknya diberikan juga persamaannya dalam apa yang berlaku di Indonesia, atau sama sekali langsung dengan persamaannya dalam pengertian Indonesia.
6)      Tidak ada salahnya memberikan sedikit penjelasan mengenai benda-benda atau kata-kata asing yang terpaksa digunakan dalam siaran berita televisi.
B.     Berita dalam televisi
Berita di televisi hampir sama dengan berita di radio karena jurnalistik dua media massa ini merupakan electronic journalism (jurnalisme elektronik). Walaupun begitu, ada perbedaan yang cukup kuat yaitu jika berita di radio sepenuhnya auditif maka berita di tv merupakan paduan audio dan visual (pandang dan dengar) sehingga memiliki gaya tersendiri. Bahkan tv dituntut untuk lebih banyak menggunakan gambar terutama gambar-gambar bergerak (motion pictures) sehingga dalam hal ini berita di tv diasumsikan lebih efektif dibandingkan dengan berita di media massa cetak dan radio, karena kesegeraannya (immediately) dan kenyataannya (reality).
Dengan demikian selain harus memenuhi syarat-syarat berita pada umumnya, berita-berita di televise minimal memenuhi syarat-syarat sebagai berikit:
1)      Kaya akan gambar bergerak, audience (khalayak) tv adalah mereka yang membutuhkan gambar sebagai suatu reality. Mungkin mereka sudah membaca Koran atau mendengar siaran radio, manun mereka akan merasa puas bila suatu berita diperkaya dengan gambar-gambar bergerak.
2)      Lebih singkat dan to the point. Hal ini disebabkan oleh durasi jam siaran yang berbatas. Pemilihan kata dan kalimat harus hemat, tidak bertele-tele. Bahasa yang digunakan memenag bahasa baku namun tidak kaku dan tidak memasukkan istilah-istilah yang masih asing ditelinga masyarakat luas. Bukan mustahil banyak penonton tv yang tak mau menonton siaran berita karena merasa tidak memahami bahasa yang digunakan dalam siaran berita.
3)      Efektif . artinya, pesan atau isi berita harus bisa dimengerti oleh khalayak. Selain penggunaan bahasa yang dipahami masyarakat luas, juga pemilihan atas berita yang disampaikan, prinsip kedekatan tempat dan kepentingan khalayak tentu merupakan pertimbangan utama sehingga menimbulkan minat bagi khalayak untuk mengikuti suatu siaran berita tv.

C.     Komunikasi verbal dan non verbal dalam penyiaran
a)      komunikasi verbal
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy Mulyana, 2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.
Komunikasi verbal ( verbal communication ) adalah bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dengan cara tertulis (written) atau lisan (oral). Sepasang kekasih ber sms- an tiap hari, seorang presenter membawakan acara musik di stasion televisi, seorang wartawan menulis berita atau opininya di surat kabar, atau seorang ayah menelpon anaknya, itu merupakan sebagian kecil contoh komunikasi verbal.
b)      komunikasi non verbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari.
Meski jarang disadari diyakini manfaatnya, Komunikais non verbal ( non verbal communicarion) menempati porsi penting. Banyak komunikasi verbal tidak efektif hanya karena komunikatornya tidak menggunakan komunikasi non verbal dengan baik dalam waktu bersamaan.
Melalui komunikasi non verbal, orang bisa mengambil suatu kesimpulan mengenainsuatu kesimpulan tentang berbagai macam persaan orang, baik rasa senang, benci, cinta, kangen dan berbagai macam perasaan lainnya. Kaitannya dengan dunia bisnis, komunikasi non verbal bisa membantu komunikator untuk lebih memperkuat pesan yang disampaikan sekaligus memahami reaksi komunikan saat menerima pesan.
Bentuk komunikasi non verbal sendiri di antaranya adalah, bahasa isyarat, ekspresi wajah, sandi, symbol-simbol, pakaian sergam, warna dan intonasi suara.
Tujuan komunikais non verbal ;
1.      Menyediakan/memberikan informasi
2.      Mengatur alur suatu percakapan
3.      Mengekspresikan suatu emosi
4.      Memberi sifat, melengkapi, menentang atau mengembangkankan pesan-pesan         verbal.
5.      Mengendalikan atau mempersuasi orang lain
6.      Mempermudah tugas-tugas khusus, misalnya dalam mengajar seseorang untuk melakukan serve badminton, belajar golf dan sejenisnya.
D.    Etika di udara
Etika menyiarkan berita:
a)      Menghindari menyebutkan nama dan identitas
Profesionalisasi dalam pemberitaan ditunjukan dengan kaidah-kaidah atau adab-adab yang harus diikuti wartawan dalam pemberitaan mereka dibidang hukum. Orang awam yang tidak memahami adab-adab dalam praktik jurnalistik maupun soal-soal hukum dan peradilan , tentu akan bingung jika membaca berbagai media yang sikapnya tidak sama dalam menyebut dan identitas pelaku pelanggaran dalam berita-berita kepolisisan atau pengadilan.
Menghormati asas praduga tak bersalah berati bahwa wartawan wajib melindungi tersangka /tertuduh/terdakwa pelaku suatu tindak pidana dengan menyebutkan nama atau identitasnya dengan jelas. Ini harus dilakukan sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahan si pelaku dan keputusan itu sudah memperoleh kekuatan yang tetap, yang lazim dilakukan media adalah menyebut nama pelaku hanya dengan inisialnya atau memuat fotonya dengan ditutup matanya atau hanya memperlihatkan foto bagian belakang saja.
b)      Menghindari menyebut nama dalam kejahatan susila
Tentang pemberitaan dalam kejahatan susila atau kejahatan seks  pun, wartawan harus tetap dalam sikap profesionalnya. Sikap profesional ini tercantum dalam tindakan wartawan dalam memberitakan peristiwa tersebut  yang tetap harus mengacu pada kode etik jurnalistik. Simak misalnya isi pasal 8 kode etik jurnalistik PWI yang berbunyi” wartawan dalam memberitakan kejahatan susila tidak merugikan pihak korban”. Dalam penjelasan pasal ini dikatakan “tidak menyebutkan nama atau identitas korban, artinya pemberitaan tidak memberikan petunjuk tentang siapa korban perbuatan susila tersebut, baik wajah,tempat kerja, anggota keluarga dan atau tempat tinggal. Namun boleh hanya menyebutkan jenis kelamin dan umur korban. Kaidah-kaidah ini juga berlaku dalam kasus pelaku kejahatan dibawah umur (dibawah 16 tahun)
c)      Melindungi hak atas privasi
Hak atas privasi , hak untuk menikmati keadaan menyendiri, tampaknya masih belum dirasakan penting dalam masyarakat Indonesia. Tetapi, kaidah untuk melindungi hak privasi ini dalam profesi kewartawanan sudah cukup diatur dalam kode etik jurnalistik. Pasal 6 misalnya merumuskan perlindungan ini dengan kata-kata “Wartawan menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik(tuilsan,gambar,suara, serta suara dan gambar) yang merugikan nama baik atau perasaan susila seseorang , kecuali menyangkut  kepentingan umum”. Maksud darin perlindungan terhadap hak-hak privasi ,lebih jelas lagi diuraikan dalam penafsiran pasal ini:” pemberitaan hendaknya tidak merendahkan atau merugikan harkat martabat, nama baik serta perasaan susila seseorang, kecuali perbuatan itu bisa berdampak negatif bagi masyarakat.
d)     Menghindari Sudut berita yang menyesatkan
Perlindungan terhadap hak pribadi untuk mendapatkan informasi yang benar juga harus diperhatikan dalam upaya wartawan mencari sudut atau angle berita yaitu fokus yang akan dijadikan tema berita. Setiap berita harus memiliki angle yang kuat agar menarik perhatian pembaca , seperti halnya foto berita harus memiliki eye-cathching yang kuat  yaitu menarik mata pembaca untuk melihatnya
Upaya menemukan angle ini tidak mudah. Pencarian seringkali tidak membuahkan hasil. Misalnya pertandingan sepakbola, peristiwa kebakaran , dan pertemuan –pertemuan selalu mengikuti pola-pola yang sudah tetap. Meskipun peristiwa –peristiwa demikian itu sering menawarkan angle- angle yang perlu mendapat perhatian wartawan , tetapi pemberitaan tentang peristiwa –peristiwa tersebut kedengarannya tidak beda dengan berita-berita yang pernah ditulis.

e)      Hindari trial by the press
trial by the press atau  terjemahannya secara harfiah “pengadilan oleh pers” ini jelas merupakan praktik jurnalistik yang menyimpang . kalau hal itu dilakukan sekarang , ia menyalahi dua ketentuan ,baik ketentuan yang diatur oleh kode etik jurnalistik maupun oleh undang-undang. Kode etik jurnalistik PWI mengatur hal ini dalam pasal 7. Sedangkan undang-undang yang mengatur hal ini adalah Undang-Undang  No. 14 tahun 1970 (pasal 4 ayat 3 dan pasal 8 ).

IV.        Kesimpulan
Dari uraian makalah diatas maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik bahasa televisi adalah sebagai berikut:
A. Menggunakan bahasa yang Sederhana,
B.  Menggunakan kalimat-kalimat pendek, langsung kepada sasaran, tidak berbelit-belit
C.  menghindari kalimat-kalimat terbalik atau “inverted sentence
D.  pokok kalimat (subyek) dan sebutan kalimat (predikat) berdekatan letaknya
E.   Mata uang asing, takaran, timbangan dan takaran negeri lain mungkin berbeda dengan apa yang lazim dipakai di negeri ini Mile, Poundsterling, Dolar, Yen, dsb tidak lazim dalam masyarakat kita. Sebaiknya diberikan juga persamaannya dalam apa yang berlaku di Indonesia, atau sama sekali langsung dengan persamaannya dalam pengertian Indonesia.
F.   Tidak ada salahnya memberikan sedikit penjelasan mengenai benda-benda atau kata-kata asing yang terpaksa digunakan dalam siaran berita televisi.
Berita dalam televisi itu kaya akan gambar bergerak, lebih singkat dan to the point, serta lebih efektif
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Sedangkan komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan  nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis.
Dalam Etika di udara sebaiknya:
A.  Menghindari menyebut nama dan identitas
B.  Menghindari menyebut nama dalam kejahatan susila
C.  Melindungi hak atas privasi
D. Menghindari sudut berita yang menyesatkan
E.  Menghindari trial by the press
V.           Penutup
Demikianlah pemaparan dari pemakalah, semoga makalah ini dapat menjadi pembelajaran kita semua dalam khazanah keilmuan kita,tentunya makalah ini tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu kami  mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dalam penulisan makalah-makalah selanjutnya menjadi lebih baik.


1 komentar:

  1. wah, lengkap sekali pembahasannya. tp maaf, referensinya mana ni? hehe

    BalasHapus